Breaking News

Saturday 1 September 2018

Tujuan-Tujuan Motivasi Kerja

Tujuan Motivasi Kerja
Menurut Malayu S.P. Hasibuan dalam Hartatik (2014:162) menyebutkan tujuan motivasi kerja sebagai berikut :
1.      Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
2.      Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
3.      Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.
4.      Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
5.      Mengefektifkan pengadaan karyawan.
6.      Menciptakan suasana dan hubngan kerja yang baik.
7.      Meningkatkan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi karyawan.
8.      Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
9.      Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat bahan baku.
Read more ...

Proses Motivasi Kerja


Proses Motivasi Kerja
Menurut Malayu S.P. Hasibuan dalam Hartatik (2014:169) proses motivasi adalah sebagai berikut :
1.    Tujuan
Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi , setelah itu baru karyawan dimotivasi kearah tujuan.
2.    Mengetahui Kepentingan
Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau perusahaan saja.
3.    Komunikasi Efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperoleh dan syarat yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut dapat diperoleh.
4.    Integrasi Tujuan
Proses motivasi diperlukan untuk menyatukan tujuan organisasi dan kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah untuk memperoleh laba, sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan. Untuk itu, penting adanya penyesuaian motivasi.
5.    Fasilitas
Manajer penting memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Misalnya, memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.
6.    Team Work
Manajer harus membentuk team work yang terkoordinasi dengan baik, sehingga bisa mencapai tujuan perusahaan. Keberadaan teamwork ini sangat penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.

Read more ...

Model-Model Motivasi Kerja

Model-Model Motivasi Kerja
Menurut Notoadmodjo Soekidjo (2015:130) mengelompokkan model-model motivasi kerja yang dilihat dari orientasi cara peningkatan motivasi kerja dalam organisasi yaitu sebagai berikut :
1.    Model Tradisional
Model ini menekankan bahwa untuk memotivasi bawahan agar mereka meningkatkan kinerjanya, perlu pemberian insentif berupa materi bagi karyawan yang mempunyai prestasi tinggi atau kinerja baik.
2.    Model Hubungan Manusia
Model ini menekankan bahwa untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan, perlu dilakukan pengakuan atau memperhatikan kebutuhan social mereka, meyakinkan kepada setiap karyawan bahwa setiap karyawan adalah penting dan berguna bagi organisasi.
3.    Model Sumber Daya Manusia
Model ini mengatakan bahwa banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan. Setiap manusia cenderung untuk mencapai kepuasan dari prestasi yang dicapai, dan prestasi yang baik tersebut merupakan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Oleh sebab itu untuk meningkatkan motivasi karyawan perlu memberikan tanggung jawab dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi mereka.
Read more ...

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Pada dasarnya, ada dua faktor yang mempengaruhi disiplin kerja, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Sementara itu, Fadila Helmi dalam Hartatik (2014:197) merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja mejadi dua, yaitu faktor kepribadian dan lingkungan.
1.    Faktor Kepribadian
Faktor yang penting dalam kepribadian seseorang adalah sistem nilai yang dianut, yaitu yang berkaitan langsung dengan disiplin. Sistem nilai akan terlihat dari sikap seseorang, dimana sikap ini akan tercermin dalam perilaku. Menurut Kelman, sebagaimana dikutip Helmi dalam Hartatik (2014:197), terdapat tiga tingkatan perubahan sikap mental dalam perilaku, yaitu:
a.    Disiplin karena kepatuhan. Disiplin jenis ini hanya didasarkan atas perasaan takut. Disiplin kerja dalam tingkatan ini dapat dilakukan semata hanya untuk mendapatkan reaksi positif dari pimpinan atau atasan yang memiliki wewenang, sebaliknya jika wewenang tidak ada ditempat, disiplin kerja tidak akan tampak. Sebagai contoh, pengendara motor akan memakai helm jika ada polisi saja.
b.    Disiplin karena identifikasi. Disiplin ini diidentifikasi adanya perasaan kekaguman dan penghargaan terhadap pimpinan. Pemimpin yang karismatik adalah figur yang dihormati, dihargai dan sebagai pusat identifikasi. Karyawan ini hanya akan menunjukkan disiplinnya saat ada pusat identifikasi. Jika pusat identifikasi tidak ada maka disiplin kerja akan menurun dan pelanggaran pun meningkat.
c.    Disiplin karena internalisasi. Disiplin kerja dalam tingkat ini terjasi karena karyawan mempunyai nilai disiplin diri yang tinggi. Dalam taraf ini, orang dikategorikan mempunyai disiplin diri. Misalnya, walaupun tidak ada polisi, tetap mengenakan helm dan membawa SIM saat mengendarai motor.
2.    Faktor Lingkungan
Sikap disiplin dalam seseorang merupakan produk interaksinya dengan lingkungan, terutama lingkungan sosial. Oleh karena itu, pembentukan disiplin tunduk pada kaidah-kaidah proses belajar. Disiplin kerja, yang tinggi tidak muncul begitu saja, tetapi merupakan suatu proses belajar yang dilakukan secara terus-menerus. Agar proses pembelajaran berjalan efektif, pemimpin yang merupakan agen pengubah perlu memperhatikan prinsip-prinsip konsisten, adil, bersikap positif, dan terbuka. Konsisten adalah memperlakukan aturan secara konsisten dari waktu ke waktu. Sekali aturan yang telah disepakati dilanggar, maka rusaklah sistem aturan tersebut. Adil dalam hal ini adalah memperlakukan seluruh karyawan dengan tidak membeda-bedakan.
Upaya menanamkan disiplin pada dasarnya adalah menanamkan nilai-nilai. Oleh karenanya, komunikasi terbuka adalah kunci utamanya. Dalam hal ini, transparan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan, termasuk didalamnya sangsi dan hadiah, perlu dilakukan. Karyawan juga perlu konsultasi, terutama jika aturan dirasa tidak memuaskan karyawan.
Selain faktor kepemimpinan, gaji kesejahteraan, dan sistem penghargaan merupakan faktor yang tidak boleh dilupakan. Gaji, kesejahteraan, dan sistem penghargaan akan memberikan motivasi kerja yang tinggi pada karyawan, sehingga akan berdampak pada perilaku disiplin kerja karyawan
Read more ...

Prinsip Disiplin Kerja

Prinsip Disiplin Kerja
Menurut Heru Subekti dalam Hartatik (2014:188) ada beberapa prinsip-prinsip disiplin yang perlu dikembangkan, yaitu sebagai berikut:


1.    Pemimpin Mempunyai perilaku Positif
Untuk dapat menjalankan disiplin yang baik dan benar, seorang pemimpin harus dapat menjadi role model/panutan bagi bawahannya. Oleh karena itu, seorang pimpinan harus dapat mempertahankan perilaku yang positif dengan harapan staf.
2.    Penilitian Yang Cermat
Dampak dari tindakan indisipliner cukup serius dan pimpinan harus memahami akibatnya. Oleh karena itu, data dikumpulkan secara faktual, dapatkan informasi dari staf yang lain, tanyakan secara pribadi rangkaian pelanggaran yang telah dilakukan, analisis, dan bila perlu meminta pendapat dari pimpinan lainnya.
3.    Kesegaran
Pimpinan harus peka terhadap hal yang dilakukan bawahan sesegera mungkin dan harus diatasi dengan cara yang bijaksana. Sebab, bila dibiarkan menjadi kronis, pelaksanaan disiplin yang akan ditegakkan dapat dianggap lemah, tidak jelas, dan akan mempengaruhi hubungan kerja dalam organisasi tersebut.
4.    Lindungi Kerahasiaan (Privacy)
Tindakan indisipliner akan mempengaruhi ego staf. Oleh karena itu, lebih baik diskusikan permasalahan secara pribadi, pada ruangan tersendiri dengan suasana yang rileks dan tenang. Kerahasiaan harus tetap dijaga, karena mungkin dapat mempengaruhi masa depannya.
5.    Fokus Pada Masalah
Pimpinan harus dapat melakukan penekanan pada kesalahan yang dilakukan bawahan, bukan pada pribadinya. Kemukakan bahwa kesalahan yang dilakukan tidak dapat dibenarkan.
6.    Peraturan Dijalankan Secara Konsisten
Peraturan dijalankan secara konsisten, tanpa pilih kasih. Setiap pegawai yang bersalah harus dibina sehingga mereka tidak merasa dihukum dan dapat menerima sanksi yang dilakukan secara wajar.
7.    Fleksibel
Tindakan indisipliner ditetapkan apabila seluruh informasi tentang pegawai telah dianalisis dan dipertimbangkan. Hal yang menjadi pertimbangan antara lain adalah tingkat kesalahan, prestasi pekerjaan yang lalu, tingkat kemampuan, dan pengaruhnya terhadap organisasi.
8.    Mengandung Nasihat
Jelaskan secara bijaksana bahwa pelanggaran yang dilakukan tidak dapat diterima. File pegawai yang berisi catatan khusus dapat digunakan sebagai acuan, sehingga ia dapat memahami kesalahannya.
9.    Tindakan Konstruktif
Pimpinan harus yakin bahwa bawahan telah memahami kesalahnnya. Jelaskan kembali pentingnya peraturan untuk staff maupun organisasi. Upayakan staff dapat mengubah perilakunya, sehingga tindakan indisipliner tidak terulang lagi.
10.    Follow Up (Evaluasi)
Pimpinan harus secara cermat mengawasi dan menetapkan apakah perilaku bawahan sudah berubah. Apabila perilaku bawahan tidak berubah, pimpinan harus melihat kembali penyebabnya dan mengevaluasi kembali batasan akhir tindakan indisipliner tersebut.
Read more ...

Fungsi Disiplin Kerja

Fungsi Disiplin Kerja
Setiap pegawai perlu menerapkan disiplin kerja. Karena disiplin menjadi persyarat bagi pembentukan sikap, perilaku, dan tata kehidupan yang membuat para pegawai mendapat kemudahan dalam bekerja dan mendukung usaha pencapaian tujuan. Pendapat tersebut diperkuat oleh pernyataan Tulus Tu’u dalam Hartatik (2014:186) yang mengemukakan beberapa fungsi disiplin yaitu menata kehidupan bersama, membangun kepribadian, melatih kepribadian, hukuman, dan menciptakan lingkungan kondusif.
1.    Menata Kehidupan Bersama
Disiplin berfungsi mengatur kehidupan bersama, dalam suatu kelompok tertentu atau masyarakat. Dengan begitu, hubungan yang terjalin antar individu satu dengan lainnya lebih baik dan lancar.
2.    Membangun Kepribadian
Disiplin juga dapat membangun kepribadian seorang pegawai. Lingkungan yang memiliki disiplin tinggi sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang. Lingkungan organisasi yang memiliki keadaan yang tenang, tertib, dan tentram, sangat berperan dalam membangun kepribadian yang baik.
3.    Melatih Kepribadian
Disiplin merupakan saran untuk melatih kepribadian pegawai agar senantiasa menunjukkan kinerja yang baik. Sikap, perilaku, dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin terbentuk melalui satu proses yang panjang. Salah satu proses untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui latihan. Latihan dilaksanakan bersama antarpegawai, pimpinan, dan seluruh personel yang ada didalam organisasi tersebut. Pada awalnya, mungkin disiplin dapat dilakukan dengan pemaksaan. Namun, karena adanya pembiasaan dan proses latihan yang terus-menerus, maka selanjutnya disiplin akan dilakukan atas kesadaran sendiri dan dirasakan sebagai kebutuhan dan kebiasaan. Disiplin bukan hanya soal mengikuti dan menaati peraturan, melainkan sudah meningkat menjadi disiplin berpikir yang mengatur dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya.
4.    Hukuman
Disiplin yang disertai ancaman dan sanksi atau hukuman sangat penting, karena dapat memberikan dorongan kekuatan untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat menjadi lemah, serta motivasi untuk mengikuti aturan yang berlaku menjadi berkurang.
5.    Menciptakan Lingkungan Kondusif
Fungsi disiplin kerja adalah membentuk sikap, perilaku, dan tata kehidupan berdisiplin di dalam lingkungan di tempat seseorang itu berada, termasuk lingkungan kerja, sehingga tercipta suasana tertib dan teratur dalam pelaksanaan pekerjaan.
Read more ...

Pendekatan Disiplin Kerja

Pendekatan Disiplin Kerja
Menurut Mangkunegara dalam Hartatik (2014:195), ada tiga macam pendekatan dalam disiplin kerja yang dilaksanakan dalam suatu organisasi atau lembaga yaitu disiplin modern, tradisi, dan bertujuan.
1.    Pendekatan Disiplin Modern
Yang dimaksud dengan disiplin modern adalah mempertemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini memiliki beberapa asumsi, yaitu:
a.       Disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman secara fisik.
b.      Melindungi tuduhan yang buruk untuk diteruskan pada proses hukum yang berlaku.
c.       Keputusan-keputusan yang diambil terhadap kesalahan atau prasangka yang harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan berdasarkan fakta-faktanya.
d.      Melakukan protes terhadap keputusan yang berat sebelah kasus disiplin.
2.    Pendekatan Disiplin Tradisi
Yang dimaksud disiplin tradisi adalah pendekatan disiplin dengan cara memberikan hukuman. Pendekatan ini berasumsi:
a.         Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan dan tidak pernah ada peninjauan kembali bila telah diputuskan.
b.      Disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran dan pelaksanaanya sesuai dengan tingkat pelanggaran.
c.       Penegakan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras.
d.      Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya harus diberi hukuman yang lebih berat.
e.       Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggar maupun kepada pegawai lainnya.
3.        Pendekatan Disiplin Bertujuan
Pendekatan disiplin bertujuan memiliki asumsi bahwa:
a.    Disiplin kerja harus dapat diterima dan dipahami oleh semua pegawai.
b.    Disiplin bukanlah satu hukuman, tetapi merupakan pembentukan perilaku.
c.    Disiplin ditujukan untuk perubahan perilaku yang lebih baik.
Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab terhadap perbuatannya.
Read more ...

Jenis-Jenis Disiplin Kerja

Jenis-Jenis Disiplin Kerja
1. Disiplin diri
Sikap disiplin dikembangkan atau dikontrol oleh diri sendiri. Hal ini merupakan manifestasi atau aktualisasi dari tanggungjawab pribadi yang berarti mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada diluar dirinya. Melalui disiplin diri, karyawan merasa bertanggung jawab dan dapat mengatur dirinya sendiri untuk kepentingan organisasi. Penanaman nilai-nilai disiplin dapat berkembang apabila didukung oleh situasi lingkungan yang kondusif, yaitu situasi yang diwarnai perlakuan konsisten dari karyawan dan pimpinan.

2. Disiplin Kelompok
  Kegiatan organisasi bukalah kegiatan yang bersifat individu, sehingga selain disiplin diri masih diperlukan disiplin kelompok. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa disiplin kelompok adalah patut, taat, dan tunduknya kelompok terhadap peraturan, perintah, dan ketentuan yang berlaku, serta mampu mengendalikan diri dari dorongan kepentingan dalam upaya pencapaian cita-cita dan tujuan tertentu, serta memelihara stabilitas organisasi dan menjanlankan standar-standar organisasional. Kaitan antara disiplin diri dan disiplin kelompok seperti dua sisi mata uang. Keduanya saling melengkapi, menunjang, dan bersifat komplementer. Disiplin diri tidak dapat dikembangkan secara optimal tanpa dukungan disiplin kelompok. Sebaliknya, disiplin kelompok tidak dapat ditegakkan tanpa adanya dukungan disiplin pribadi.
3. Disiplin Preventif
Disiplin preventif adalah disiplin yang ditunjukkan untuk mendorong pegawai agar berdisiplin dengan menaati dan mengikuti berbagai standar serta peraturan yang telah ditetapkan. Menurut T. Hani Handoko dalam Hartatik (2014:193), disiplin preventif adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendorong karyawan agar mengikuti standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah.
4. Disiplin Korektif
Disiplin ini dimaksudkan untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan yang berlaku dan memperbaikinya untuk masa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Prabumangkunegara dalam Hartatik (2014:193) bahwa disiplin korektif adalah upaya untuk menggerakkan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku dalam perusahaan.
5. Disiplin Progresif
Disiplin progresif merupakan pemberian hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran yang berulang, tujuannya adalah memberi kesempatan kepada pegawai untuk mengambil tindakan korektif sebelum dilakukan hukuman-hukuman yang lebih serius. Dilaksanakan disiplin progresif ini memungkinkan manajemen untuk membantu pegawai dalam memperbaiki kesalahan seperti yang dikemukakan oleh Veithzal Riva’I dalam Hartatik (2014:194) bahwa disiplin progresif dirancang untuk memotivasi karyawan agar mengoreksi kekeliruannya secara sukarela. Contoh dari disiplin progresif adalah teguran secara lisan oleh atasan, skorsing pekerjaan, diturunkan pangkat, atau dipecat.
Read more ...

Jenis-Jenis Kepemimpinan

Jenis-Jenis Kepemimpinan
            Di dalam melaksanakan proses kepemimpinannya setiap pemimpin memiliki perbedaan dalam menerapkan jenis kepemimpinannya. Menurut Suwatno dan Priansa (2016:157) mengemukakan beberapa jenis kepemimpinan, yaitu:
1.        Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan ini berfokus pada transaksi antar pribadi, antara manajemen dan karyawan, dua karakteristik yang melandasi kepemimpinan transaksional, yaitu:
a.         Para pemimpin menggunakan penghargaan kontigensi untuk memotivasi para karyawan.
b.        Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai tujuan kinerja.
2.        Kepemimpinan Karismatik
Kepemimpinan ini menekankan perilaku pemimpin yang simbolis, pesan-pesan mengenai visi dan memberikan inspirasi, komunikasi non verbal, daya tarik terhadap nilai-nilai ideologis, stimulasi intelektual terhadap para pengikut oleh pemimpin, penampilan kepercayaan diri sendiri dan untuk kinerja yang melampaui panggilan tugas.
3.        Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan ini merupakan kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realistis, dapat dipercaya, atraktf dengan masa depan bagi suatu organisasi atau unit organisasi yang terus tumbuh dan meningkat.
4.        Kepemimpinan Tim
Menjadi pemimpin efektif harus mempelajari keterampilan seperti kesabaran untuk membagi informasi, percaya kepada orang lain, menghentikan otoritas dan memahami kapan harus melakukan intervensi
Read more ...

Tipe-Tipe Kepemimpinan

Tipe-Tipe Kepemimpinan
            Pemimpin dalam melaksanakan proses kepemimpinannya memiliki perbedaan antara pemimpin yang satu dengan pemimpin yang lainnya. Terry dalam Suwatno dan Priansa (2016:156) mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan, sebagai berikut:
1.        Kepemimpinan Pribadi (Personal Leadership)
Pimpinan mengadakan hubungan langsung dengan bawahannya, sehingga timbul hubungan pribadi yang intim.
2.        Kepemimpinan Non-Pribadi (Non-Personal Leadership)
Pimpinan tidak mengadakan hubungan langsung dengan bawahannya, sehingga antara atasan dan bawahan tidak timbul kontak pribadi.
3.        Kepemimpinan Otoriter (Authoritarian Leadership)
Pimpinan memperlakukan bawahannya secara sewenang-wenang, karena menganggap diri orang paling berkuasa, bawahannya digerakkan dengan jalan paksa, sehingga para pekerja dalam melakukan pekerjaannya bukan karena ikhlas melakukan pekerjaannya, melainkan karena takut.
4.        Kepemimpinan Kebapakan (Paternal Leadership)
Pimpinan memperlakukan bawahannya seperti anak sendiri, sehingga para bawahannya tidak berani mengambil keputusan, segala sesuatu yang pelik diserahkan kepada pimpinan untuk menyelesaikannya.
5.        Kepemimpinan Demokratis (Democratic Leadership)
Pimpinan selalu mengadakan musyawarah dengan para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sukar, sehingga para bawahannya merasa dihargai pikirannya dan pendapatnya serta mempunyai pengalaman yang baik di dalam menghadapi segala persoalan yang rumit.
6.        Kepemimpinan Bakat (Indigenous Leadership)
Pimpinan dapat menggerakkan bawahannya karena mempunyai bakat untuk itu, sehingga para bawahannya senang untuk mengikutinya, jadi tipe ini lahir karena pembawaannya sejak lahir seolah-olah ditakdirkan untuk memimpin dan diikuti oleh orang lain.
Read more ...

Fungsi Kepemimpinan

Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu organisasi.
            Purwanto dalam Sutikno (2014:62) menjelaskan bahwa secara operasional kepemimpinan dapat dibedakan menjadi 5 fungsi pokok, yaitu:
1.        Fungsi Instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah, sehingga fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah.
2.        Fungsi Konsultif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan konsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya, yang dinilai mempunyai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan.
3.        Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya.
4.        Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilakukan dengan memberikan pelimpahan wewenang atau menetapkan keputusan baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi pendelegasian harus diwujudkan seorang pemimpin karena kemajuan dan perkembangan organisasinya tidak mungkin diwujudkan sendiri.
5.        Fungsi Pengendalian
Kepemimpinan yang sukses harus mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan terapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.
Kelima fungsi kepemimpinan tersebut pada dasarnya merupakan strategi mengefektifkan organisasi sebagai teknik mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku atau menggerakkan anggota organisasi agar melaksanakan kegiatan atau bekerja untuk mencapai tujuan organisasi.
Read more ...

Prinsip-Prinsip Dalam Memotivasi Kerja

Prinsip-Prinsip dalam Memotivas Kerja
Menurut Anwar P. Mangkunegara dalam Hartatik (2014:167) terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan yaitu :
1.    Prinsip Partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2.    Prinsip Komunikasi
Pemimpin mengomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas. Dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
3.    Prinsip Pengakuan Andil Bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan mempunyai andil dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
4.    Prinsip Pendelegasian Wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan pemimpin.
5.    Prinsip Memberi Perhatian
Pemimpin yang memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai, akan memotivasi pegawai tersebut dalam bekerja sesuai dengan harapan pemimpin.
Read more ...
Designed By Restu Ilahi